Film pertama : 19.00
MERAH PUTIH
Film Merah Putih yang dimainkan oleh Lukman Sardi, Darius Sinathrya juga Zumi Zola ini merupakan bagian dari trilogi Kemerdekaan Indonesia. Film ini berlatar belakang sejarah otentik perjuangan Indonesia untuk kemerdekaan, pada tahun 1947 ketika terjadi Agresi Militer Belanda pimpinan Van Mook yang menyerang jantung kaum republik di Jawa Tengah. MERAH PUTIH sendiri bercerita tentang sekelompok pejuang kemerdekaan yang harus bersatu untuk bertahan dari pembunuhan, berjuang sebagai pejuang gerilya untuk menjadi anak-anak bangsa sesungguhnya. Film ini akan membuat para penonton ikut hanyut dalam konflik pribadi yang tajam dan perbedaan yang besar dalam kelas sosial, suku, daerah asal, agama dan kepribadian. Hmm, banyak yang bilang film ini bagus dan harus ditonton.
Film Kedua : 21.00
MERANTAU
Sebagai film pembuka diputarlah Merantau yang disutradarai oleh GH Evans. Film ini berkisah tentang pemuda Minangkabau yang sedang menjalani ritual turun menurun yaitu: merantau, dengan harapan sekembalinya dari Jakarta dapat lebih kebal mental dan lebih dewasa dalam menjalani hidup.Di awal film dipaparkan keindahan alam Bukittinggi, perkebunan, pencak silat dan juga agama yang erat dengan keseharian. Sangat bagus. Dialogpun masih kental rasa Minangnya walaupun kadang tidak begitu jelas artikulasinya. Untunglah saya dibantu dengan subtitle Inggris, karena saya menonton versi dwi bahasa.
Tibalah saat Yuda, pemuda Minangkabau yang sedang merantau, di Jakarta dan dengan tidak sengaja bertemu dengan Adit. Pada adegan kejar-kejaran Yuda dan Adit saya merasa Déjà vu dengan Nicholas Saputra sedang mengejar-ngejar Dwiky Riza di lorong-lorong sempit lalu bertemu dengan Rachel Maryam.
Astri, kakak perempuan Adit, bermasalah dengan germo yang kebetulan menjadi sindikat penjualan wanita. Yuda datang membantu membebaskannya, tentu dengan ilmu bela diri yang telah dimilikinya. Pertarungan silat menjadi lazim di tiap menit berikutnya. Sungguh koreografi yang ciamik, tidak membosankan, dan juga terlihat keras. Darah sintesis di tiap benturan, pukulan, tendangan atau bacokan pun seperti nyata adanya.
Meski acting yang kurang maksimal dari pemain dan beberapa bagian cerita yang entah-hilang-kemana atau sepertinya-tidak-lazim-ada, Merantau dapat dijadikan obat rindu bagi pecinta film laga Indonesia. Tidak kalah dengan Hong Kong punya. Semoga menjadi pemicu bangkitnya film laga di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar